Jumat, 02 September 2016

JANGAN MEMBUAT KEPUTUSAN KETIKA SEDANG MARAH DAN JANGAN BERJANJI KETIKA HATI SEDANG GEMBIRA

JANGAN MEMBUAT KEPUTUSAN KETIKA SEDANG MARAH DAN JANGAN BERJANJI KETIKA HATI SEDANG GEMBIRA

Begitu mudah diucap, begitu sulit dijalankan.
Begitu mudah diciptakan, begitu sulit dilaksanakan.
Hari ini, kembali saya menjadi korban atas janji manis yang telah terucap.
Berulangkali terjadi..
Namun berulangkali pula saya maafkan,dengan penegasan ‘ini yang terakhir’.

Namun terakhir ini tidak pernah menjadi yang terakhir bahkan berlanjut hingga hari ini. Ya, detik ini. Entah karena saya terlalu bodoh, atau terlalu pemaaf, sampai dengan mudahnya mereka mengucap janji pada saya lalu melupakannya, padahal saya terus menunggu kapan janji itu terwujud.

Tapi saya bisa apa?
Saya marah, mereka bilang saya tak pengertian.
Saya kecewa, mereka bilang saya terlalu perasa.
Saya menangis, mereka bilang saya sensitif.
Andai mereka tau bahwa harapan saya telah terbang tinggi seiring janji itu diucap, dengan gembira saya telah mempersiapkan diri demi janji itu dan tak sabar menanti waktu terlaksananya janji itu.
Kenapa???
Kenapa seolah-olah janji sudah tak ada artinya lagi di dunia ini???
Kenapa mereka senang sekali menerbangkan saya lalu mendadak menghempaskan saya???
Sampai kapan saya harus mengikhlaskan janji untuk saya hilang begitu saja tanpa pernah terwujud?
Sampai kapan saya harus menjadi sosok yang sangat pemaaf?
Sampai kapan saya harus diam, diam dan diam tanpa pernah bisa mengungkapkan kekecewaan saya yang mendalam?
Sampai kapan kalian mau terus membuat janji terhadap saya tanpa ada usaha sedikitpun untuk mewujudkannya?

Dari :
Yang terus, dan terus menjadi korban janji selama ini.

Diatas tadi adalah sedikit coretan kekecewaan saya dengan apa yang saya bayangkan dan apa yang saya lihat.
Saya pun menulis dengan rasa amarah yang mendalam, entah benar atau salah tapi setidaknya tulisan ini adalah tulisan dari hati.
Mungkin dengan menulis saya bisa sementara menjauh dan mundur teratur. Sejenak menjaga jarak dari mereka dan aroma rupa mereka.

" Jangan memutuskan saat sedang marah, dan jangan berjanji saat sedang senang"
Pernah mendengar kalimat tersebut? Nasihat bijak ini mungkin sekilas terdengar tidak masuk akal. Kenapa tidak? Membuat keputusan saat marah? Kenapa tidak? Berjanji saat senang?

Keputusan dan Amarah

Saat sedang marah, otomatis kepala dan hati panas. Tak bisa berpikir jernih. Yang dikedepankan tak lebih hanya emosi. Maka keputusan yang di ambil pada waktu itu (baca: saat sedang marah), biasanya keputusan yang tidak tepat. Terlampau tergesa - gesa, hingga seringkali menimbulkan sesal di akhir.

Janji dan Gembira

Saat sedang gembira, dunia rasanya lebih indah. Segala hal terasa menyenangkan hati, fokus diri hanya pada rasa yang melambung di hati. Maka janji yang di ucapkan pada waktu itu (baca: saat sedang gembira), biasanya hanya sekedar imbas dari rasa gembira yang meluap. Sekedar berjanji, namun tak begitu memperdulikan isi dari janji tersebut. Terlampau tergesa gesa mengiyakan janji, hingga seringkali menimbulkan sesal di akhir.

Janji, Keputusan dan perasaan kita

Perasaan merupakan salah satu hal yang mempengaruhi janji dan keputusan yang kita ucapkan. Terutama bagi seorang perempuan, perasaan seringkali lebih mendominasi ketimbang logika-logika. Khususnya lagi bagi diri, yang kata seseorang 'too sensitive', terutama diri yang 'too serious facing everything'.

Bukan hal yang salah, menggunakan perasaan dalam membuat janji atau keputusan. Boleh saja berjanji dan membuat keputusan tapi untuk dua situasi ini, jika bisa hindarilah! Daripada menyesal di kemudian hari, dari pada mengecewakan yang diibeeri keputusan dan orang yang diberi janji.

Jika memang keputusan harus diambil padahal hati sedang diserbu amarah. Jika memang janji harus di buat padahal hari sedang menari gembira. Ambilah jarak dan waktu, tak perlu terlalu lebar dan lama. Sejenak saja, sejengkal saja. Dan netralkan dulu perasaan di dada. Semoga keputusan dan janji yang dibuat, bukan dominasi dari perasaan amarah atau gembira.

Bagaimana setelah membaca atikel saya, apa masih ada yang mengganjal dihati? Harapan saya sangat sederhana, semoga yang membaca ini lebih bisa bijak dalam mengambil keputusan dan membuat janji agar tidak mengecewakan satu sama lain.
Pepatah sederhana yang sangat bermakna dan sjdah saya akui kebenarannya
" Don't decide when you're angry, Don't promise when you're happy" (RV)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar